Investasi Bodong dan Peran OJK
Shalahuddin Haikal*)
Arthur Levitt Jr adalah
komisioner US SEC yang terlama duduk sebagai chairman yaitu periode 1993-2001.
Pada masanya kalimat “we are investor’s
advocate”, menjadi motto US SEC. US SEC memang memposisikan dirinya sebagai
advocat para investor. Sangat berbeda dengan tindak tanduk dan fi’il perangai
komisioner US SEC yang sekarang in position. Keith Higgins, direktur Corporate Finance Division, ternyata
diam-diam mengkoleksi saham dari 90 perusahaan dengan nilai antara USD 2 juta
sampai dengan USD 6 juta dan membukukan capital gain dan dividend antara USD
53,000 sampai dengan USD 185,000. Mohon maaf kepada majelis pembaca, terpaksa
saya memulai tulisan ini dengan membandingkan dua kepemimpinan US SEC yakni periode
Arthur Levitt Jr yang sangat kuat dengan periode Mary Jo White yang teramat
lemah. Kata kunci perbandingan ini adalah kuat vs. lemah, berintegritas dengan
tidak berintegritas.
Dari Simpanan ke Investasi
Kata “investasi” memang sangat
berbeda dengan kata “simpanan”. Seperti simpanan di celengan ayam, simpanan di
perbankan bersifat pasif dan tidak produktif dalam arti tidak memberikan imbal
hasil, jika bunga simpanan yang didapat masih lebih besar daripada biaya
administrasi dan tarif pajak atas bunga, masih bersyukur jika netto simpanan
akan bertambah bukan berkurang. Simpanan ini-lah yang kemudian oleh bank akan
diinvestasikan dalam bentuk aktiva produktif. Karena sumber dana investasi
bukan-lah uang bank, maka pengurus bank memiliki insentip untuk bertindak tidak
hati-hati dalam penyalurannya sebagai investasi aktiva produktif. Karena moral hazard semacam ini-lah, maka
kemudian bank diatur dan diawasi secara ketat oleh pengawas, sehingga bank dan
lembaga keuangan depository disebut sebagai opaque
financial institution dan karenanya menjadi regulated financial institution. Seperti juga celengan ayam, yang
jika tidak ditangani dengan hati-hati bisa jatuh dan pecah, karena pengawas
perbankan bisa saja lengah, maka bisa saja perbankan menjadi insolvent dan kemudian bank tidak dapat
memenuhi kewajibannya kepada penyimpan, sehingga didirikan lembaga yang
menjamin simpanan.
Lain halnya dengan kata
investasi. Investasi, berarti investor menanamkan modal dalam berbagai bentuk
investasi. Modal yang digunakan bahkan bukan hanya uang sendiri, tetapi mungkin
juga hasil ngutang dari pihak lain. Investasi juga mengambil dua bentuk,
investasi pada aset riil (membeli aset, kebun misalnya dan menanaminya dengan
jati atau jabon) juga dapat berbentuk investasi aset keuangan (membeli
keikutsertaan dalam bentuk saham, unit penyertaan, tanda bukti utang dll
sejenisnya), maka diperlukan proses menilai investasi. Jika investasi aset
riil, digunakan metoda-metoda capital
budgeting dengan IRR, NPV dan analisa pulang pokok. Sebaliknya jika
investasi aset keuangan, diperlukan dua level (tingkatan) analisa, yakni
menganalisa lembaga atau badan usaha yang menjalankan investasi dan menganalisa
instrumen investasinya.
Dalam khazanah hukum pasar modal,
investor, yakni pihak atau masyarakat yang menanamkan modalnya, seharusnya
dibedakan antara accredited investors
yang bercirikan memiliki kemampuan melalukan analisa dan menilai (one level maupun two level of analysis) dan kemampuan ekonomis untuk menyerap
kerugian yang mungkin timbul dari investasinya. Jenis investor yang lainnya
adalah investor awam yang sama sekali tidak memiliki kriteria sebagai accredited investors.
Investasi Bodong
Istilah “bodong” merujuk kepada
dua hal secara bersamaan atau berurutan atau salah satu saja. Disebut investasi
bodong, karena lembaga atau badan usahanya tidak memiliki legalitas badan
hukum. Bisa juga disebut bodong, meskipun lembaganya memiliki legalitas, tetapi
investasinya yang bodong. Atau kedua-duanya, baik badan usaha maupun
investasinya bodong. Koperasi Cipaganti adalah contoh lembaga yang memiliki
legalitas tetapi investasinya bodong.
Sejak kasus QSAR yang bahkan
diresmikan oleh Wakil Presiden Hamzah Haz sampai dengan sekarang di tahun ke-15
abad milenium, kasus investasi bodong tidak pernah terselesaikan. Sejak jaman
Bapepam (belum dibubuhi suffix LK),
sampai ke Bapepam LK, masih memiliki PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), hingga
kini, Bapepam LK melebur ke dalam Otoritas Jasa Keuangan dan tidak lagi
memiliki PPNS, selalu saja ada dalih yang didalilkan untuk menghindarkan diri
dari tanggungjawabnya sebagai Investor
Advocate.
Securities law di belahan bumi manapun, selalu mendefinisikan offer and sale criteria sebagai pintu
masuk ke dalam kriteria private placement
(penawaran terbatas) atau public offering
(penawaran umum). Terdapat 3 jenis offer
and sale criteria, yang jika salah satu saja dipenuhi, maka seketika setiap
tawaran investasi berubah menjadi penawaran umum. Apa saja offer and sale criteria? Yang pertama adalah ditawarkan kepada
lebih dari 99 pihak dan dijual kepada lebih dari 49 pihak. Yang kedua,
ditawarkan melalui media massa berperedaran luas. Yang ketiga, memiliki nilai
tertentu (denominasi)
Begitu salah satu kriteria
berikut: ditawarkan kepada lebih 99 pihak, dijual kepada lebih 49 pihak,
ditawarkan melalui media massa, memiliki denominasi, maka seketika
tawaran-tawaran investasi tersebut berubah menjadi penawaran umum. Dari 200-an
atau 700-an investasi bodong, seluruhnya memenuhi kriteria offer and sale.
Pada jurisdiksi pasar modal
manapun juga di dunia ini, penawaran umum hanya boleh dilakukan jika telah
mendapat pernyataan efektif dari pengawas pasar modalnya. Sedangkan pengawas
pasar modal, baru akan memberikan pernyataan efektif jika pihak yang melakukan
atau hendak melaksanakan penawaran terlebih dulu menyampaikan pernyataan
pendaftaran kepada pengawas pasar modal. Jika so-called penawaran umum sedang berlangsung atau sudah berlangsung,
maka pengawas pasar modal diberikan hak oleh UU Pasar Modal untuk tidak saja melakukan
penangguhan, tetapi hak untuk melakukan pembatalan.
Selama UU Pasar Modal masih
merupakan salah satu UU yang diadministrasikan oleh OJK, maka dalih bahwa “investasi
bodong ditawarkan bukan oleh lembaga keuangan” sebagaimana dikemukakan oleh OJK
adalah lemah dan karenanya tidak dapat didalilkan untuk membatasi ruang lingkup
pengawasan OJK terhadap aktifitas investasi masyarakat.
Dalam mengadministrasikan UU
Pasar Modal, OJK tidak dapat bersikap seperti menghadapi menu à le
carte, dan hanya memilih yang mudah dan enak saja. Mengadministrasikan, melakukan pengawasan dan
melaksanakan law enforcement atas UU
Pasar Modal, OJK perlu bersikap penuh integritas, yakni a state or condition of being whole, complete, unbroken, unimpaired,
sound, in perfection. Pada struktur internal OJK, OJK memiliki kelemahan
karena tidak dimilikinya Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Akibat dari tidak
dimilikinya PPNS adalah setiap terdapat temuan investasi bodong, OJK tidak beda
dengan masyarakat umum, yakni harus melaporkannya kepada kepolisian. Namun
jangan lupa, bukankah UU Pasar Modal masih efektif berlaku dan merupakan salah
satu UU yang diadministrasikan dan pengawasan atas pelaksanaannya merupakan
tanggungjawab OJK, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 101 UU Pasar Modal?
Salam.