Sabtu, April 04, 2015

Investasi Bodong dan Peran OJK



Investasi Bodong dan Peran OJK

Shalahuddin Haikal*)

Arthur Levitt Jr adalah komisioner US SEC yang terlama duduk sebagai chairman yaitu periode 1993-2001. Pada masanya kalimat “we are investor’s advocate”, menjadi motto US SEC. US SEC memang memposisikan dirinya sebagai advocat para investor. Sangat berbeda dengan tindak tanduk dan fi’il perangai komisioner US SEC yang sekarang in position. Keith Higgins, direktur Corporate Finance Division, ternyata diam-diam mengkoleksi saham dari 90 perusahaan dengan nilai antara USD 2 juta sampai dengan USD 6 juta dan membukukan capital gain dan dividend antara USD 53,000 sampai dengan USD 185,000. Mohon maaf kepada majelis pembaca, terpaksa saya memulai tulisan ini dengan membandingkan dua kepemimpinan US SEC yakni periode Arthur Levitt Jr yang sangat kuat dengan periode Mary Jo White yang teramat lemah. Kata kunci perbandingan ini adalah kuat vs. lemah, berintegritas dengan tidak berintegritas.

Dari Simpanan ke Investasi
Kata “investasi” memang sangat berbeda dengan kata “simpanan”. Seperti simpanan di celengan ayam, simpanan di perbankan bersifat pasif dan tidak produktif dalam arti tidak memberikan imbal hasil, jika bunga simpanan yang didapat masih lebih besar daripada biaya administrasi dan tarif pajak atas bunga, masih bersyukur jika netto simpanan akan bertambah bukan berkurang. Simpanan ini-lah yang kemudian oleh bank akan diinvestasikan dalam bentuk aktiva produktif. Karena sumber dana investasi bukan-lah uang bank, maka pengurus bank memiliki insentip untuk bertindak tidak hati-hati dalam penyalurannya sebagai investasi aktiva produktif. Karena moral hazard semacam ini-lah, maka kemudian bank diatur dan diawasi secara ketat oleh pengawas, sehingga bank dan lembaga keuangan depository disebut sebagai opaque financial institution dan karenanya menjadi regulated financial institution. Seperti juga celengan ayam, yang jika tidak ditangani dengan hati-hati bisa jatuh dan pecah, karena pengawas perbankan bisa saja lengah, maka bisa saja perbankan menjadi insolvent dan kemudian bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada penyimpan, sehingga didirikan lembaga yang menjamin simpanan.

Lain halnya dengan kata investasi. Investasi, berarti investor menanamkan modal dalam berbagai bentuk investasi. Modal yang digunakan bahkan bukan hanya uang sendiri, tetapi mungkin juga hasil ngutang dari pihak lain. Investasi juga mengambil dua bentuk, investasi pada aset riil (membeli aset, kebun misalnya dan menanaminya dengan jati atau jabon) juga dapat berbentuk investasi aset keuangan (membeli keikutsertaan dalam bentuk saham, unit penyertaan, tanda bukti utang dll sejenisnya), maka diperlukan proses menilai investasi. Jika investasi aset riil, digunakan metoda-metoda capital budgeting dengan IRR, NPV dan analisa pulang pokok. Sebaliknya jika investasi aset keuangan, diperlukan dua level (tingkatan) analisa, yakni menganalisa lembaga atau badan usaha yang menjalankan investasi dan menganalisa instrumen investasinya. 

Dalam khazanah hukum pasar modal, investor, yakni pihak atau masyarakat yang menanamkan modalnya, seharusnya dibedakan antara accredited investors yang bercirikan memiliki kemampuan melalukan analisa dan menilai (one level maupun two level of analysis) dan kemampuan ekonomis untuk menyerap kerugian yang mungkin timbul dari investasinya. Jenis investor yang lainnya adalah investor awam yang sama sekali tidak memiliki kriteria sebagai accredited investors

Investasi Bodong
Istilah “bodong” merujuk kepada dua hal secara bersamaan atau berurutan atau salah satu saja. Disebut investasi bodong, karena lembaga atau badan usahanya tidak memiliki legalitas badan hukum. Bisa juga disebut bodong, meskipun lembaganya memiliki legalitas, tetapi investasinya yang bodong. Atau kedua-duanya, baik badan usaha maupun investasinya bodong. Koperasi Cipaganti adalah contoh lembaga yang memiliki legalitas tetapi investasinya bodong. 

Sejak kasus QSAR yang bahkan diresmikan oleh Wakil Presiden Hamzah Haz sampai dengan sekarang di tahun ke-15 abad milenium, kasus investasi bodong tidak pernah terselesaikan. Sejak jaman Bapepam (belum dibubuhi suffix LK), sampai ke Bapepam LK, masih memiliki PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), hingga kini, Bapepam LK melebur ke dalam Otoritas Jasa Keuangan dan tidak lagi memiliki PPNS, selalu saja ada dalih yang didalilkan untuk menghindarkan diri dari tanggungjawabnya sebagai Investor Advocate.

Securities law di belahan bumi manapun, selalu mendefinisikan offer and sale criteria sebagai pintu masuk ke dalam kriteria private placement (penawaran terbatas) atau public offering (penawaran umum). Terdapat 3 jenis offer and sale criteria, yang jika salah satu saja dipenuhi, maka seketika setiap tawaran investasi berubah menjadi penawaran umum. Apa saja offer and sale criteria? Yang pertama adalah ditawarkan kepada lebih dari 99 pihak dan dijual kepada lebih dari 49 pihak. Yang kedua, ditawarkan melalui media massa berperedaran luas. Yang ketiga, memiliki nilai tertentu (denominasi)

Begitu salah satu kriteria berikut: ditawarkan kepada lebih 99 pihak, dijual kepada lebih 49 pihak, ditawarkan melalui media massa, memiliki denominasi, maka seketika tawaran-tawaran investasi tersebut berubah menjadi penawaran umum. Dari 200-an atau 700-an investasi bodong, seluruhnya memenuhi kriteria offer and sale

Pada jurisdiksi pasar modal manapun juga di dunia ini, penawaran umum hanya boleh dilakukan jika telah mendapat pernyataan efektif dari pengawas pasar modalnya. Sedangkan pengawas pasar modal, baru akan memberikan pernyataan efektif jika pihak yang melakukan atau hendak melaksanakan penawaran terlebih dulu menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada pengawas pasar modal. Jika so-called penawaran umum sedang berlangsung atau sudah berlangsung, maka pengawas pasar modal diberikan hak oleh UU Pasar Modal untuk tidak saja melakukan penangguhan, tetapi hak untuk melakukan pembatalan.

Selama UU Pasar Modal masih merupakan salah satu UU yang diadministrasikan oleh OJK, maka dalih bahwa “investasi bodong ditawarkan bukan oleh lembaga keuangan” sebagaimana dikemukakan oleh OJK adalah lemah dan karenanya tidak dapat didalilkan untuk membatasi ruang lingkup pengawasan OJK terhadap aktifitas investasi masyarakat.

Dalam mengadministrasikan UU Pasar Modal, OJK tidak dapat bersikap seperti menghadapi menu à le carte, dan hanya memilih yang mudah dan enak saja.  Mengadministrasikan, melakukan pengawasan dan melaksanakan law enforcement atas UU Pasar Modal, OJK perlu bersikap penuh integritas, yakni a state or condition of being whole, complete, unbroken, unimpaired, sound, in perfection. Pada struktur internal OJK, OJK memiliki kelemahan karena tidak dimilikinya Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Akibat dari tidak dimilikinya PPNS adalah setiap terdapat temuan investasi bodong, OJK tidak beda dengan masyarakat umum, yakni harus melaporkannya kepada kepolisian. Namun jangan lupa, bukankah UU Pasar Modal masih efektif berlaku dan merupakan salah satu UU yang diadministrasikan dan pengawasan atas pelaksanaannya merupakan tanggungjawab OJK, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 101 UU Pasar Modal?

Salam.


*) alumnus FRG EUR, pendidik, anggota ACFE®.